Sajak si tikus got

Dani Kosasih
3 min readJun 9, 2024

--

Aku jatuh cinta dan itu akan menjadi masalah bagiku. Tunggu dulu. Bukan, bukan bagiku. Baginya. Keluarganya. Hidupnya.

Seekor kucing cantik peranakan. Gemuk dengan bulu cokelat halus terawat. Bersih dan elegan. Hidupnyalah yang akan selalu kuganggu. Tikus got kotor. Berkubang air comberan.

Entah sejak kapan ini dimulai. Aku pribadi masih tidak ingat bagaimana kami bisa tersesat dalam arus cinta ajaib ini. Arus yang berputar. Tanpa arah. Tidak tahu mana hulu mana hilir.

Satu hari. Aku berkata. “Aku mencintaimu”. Kucing gemuk hanya tersenyum. “Aku ingin dengar kamu berkata yang sama”. Lagi ia hanya tersenyum. “Hah, yasudahlah,” aku menggerutu.

“Tikus pintarku. Kita tidak akan ke mana-mana. Aku mencintaimu, iya. Tidak perlu diucapkan. Untuk apa? lalu apa? Kita nikmati saja rasa ini bersama-bersama.”

Aku masih menggerutu. Kucing gemukku ini memang pintar. Ia cerdas. Ia tahu bagaimana memposisikan diri. Kapan dan di mana. Bahkan dalam situasi tersulit pun, ia bisa tetap terlihat tenang. Bagaimana tidak. Telah banyak yang ia lalui dalam hidup. Sembilan nyawa yang ia punya sudah digadai habis dengan pengalaman hidup yang sangat mahal.

Tangis dan luka. Senang dan bahagia. Semua itu tidak akan terlihat jika kamu tidak benar-benar mengenalnya. Itulah dia. Kucing gemuk dengan kisah luar biasa. Dan kami, terjebak dalam cinta ajaib yang tidak biasa.

Pada satu malam, aku memintanya untuk menemaniku hadir pada pertemuan besar di sebuah selokan ujung gang. Ia mengiakan, meski aku tahu hatinya gundah. Banyak pertanyaan besar dan perkiraan gunjingan apa yang akan ia dapatkan.

Sebagai pendamping, ia menjalankan perannya cukup baik. Bagaimana? hanya diam. Yup, diam. Sesekali ikut menimpali candaan si kucing hitam yang duduk di sisi kanannya. Lalu aku? Apa yang aku lakukan? aku salah tingkah. Aku sangat ingin semua penghuni selokan, baik yang di ujung gang sini hingga ujung gang sana tahu kalau kucing gemuk pintar baik hati dan tidak sombong itu datang bersamaku. Ia bersamaku. Bersamaku! Dan aku salah. Iya, aku salah!

Apa daya, terlalu banyak rahasia yang harus kami sembunyikan. Ini semua demi kebaikan kami. Kebaikan dia.

Suatu siang, aku bermimpi. Ia, kucing kesayanganku itu, hilang. Hilang tanpa bekas dan pesan. Hilang begitu saja. Seharusnya aku sadar, beberapa hari terakhir ia memang berubah. Jarang sekali bicara. Hampir tidak menegur. Seolah semakin mengurangi porsinya untuk berbincang dengan si tikus got kotor ini.

Aku tidak peka. Aku hilang sadar kalau ternyata itu sebuah tanda.

Aku terbangun dengan keringat mengguyur. Selokan cukup panas dan pengap hari ini. Mungkin karena sudah lama tidak turun hujan. Selokan menjadi kering dan hampir tidak ada cacing-cacing yang biasa mengganggu tidur siangku lalu lalang sejak pagi tadi.

Di ujung sana, cahaya matahari mulai meredup. Aku harus bergegas mengumpulkan jatah makan malam jika tidak ingin semua sampah di tukang pecel lele seberang jalan dilahap habis oleh penghuni yang lain.

Perlahan aku melangkah, semakin dekat jalan raya. Ketika ingin melompat, Kucing gemuk kesayangaku berteriak. Dari ujung jalan, ia meneriakiku. Seluruh penghuni selokan yang sudah duduk manis di belakang tenda pecel lele melihat ke arahku. Aku senang. Peristiwa tadi, benar hanya mimpi.

Dan sepersekian detik, cahaya terang menghilangkan arahku. Lampu putih dari mobil ford berukuran ratusan kali lipat menghantam tubuhku. Aku hilang sadar. Aku tidak bisa mendengar apa-apa. Mataku masih terbuka. Kucing gemukku ada di sana. menangis tanpa suara. Aku terpejam dan semua menjadi gelap sekarang.

Kali ini,
aku yang hilang,
kucing gemukku…

--

--